Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A. Anak
Tunanetra
ü Ilustrasi
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan
lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik
sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti
mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu
menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada
padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter
dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan
sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman
penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan
pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang
membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen
sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu
jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu
yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang
yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat
tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan
intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka
dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa
bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.
Adapun
karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut.
1.
Segi Fisik
Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali
adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan
dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini terlihat dalam aktivitas
mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.
Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari
kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku.
2.
Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak
berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi
dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan
orientasi lingkungan.
Misalnya:
• gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan
penglihatan jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya.
• Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra
ada yang suka mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau
menggosok-gosok matanya.
3.
Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan
masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal
tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering kali menunjukkan
prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak semestinya. Ada
beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan
perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut
dapat dilakukan dengan cara membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan
mempergunakan strategi perilaku tertentu seperti misalnya memberikan pujian
atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4.
Akademik
Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra
sama seperti anak-anak pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada
perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.
Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra dalam membaca mempergunakan huruf
Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf cetak dengan berbagai
ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen.
5.
Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan meniru, maka anak tunanetra sering mempunyai
kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan
sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang
pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan
postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah,
mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan,
menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan
memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi
tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut.
Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman
dan juga berpengaruh pada hubungan social.
Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih
terlihat memiliki sikap :
·
Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini
disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya.
·
Mudah tersinggung. Akibat pengalaman-pengalaman
yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan
anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·
Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak tunanetra
umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada orang lain dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Anak
Tunarungu
ü Ilustrasi
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya
orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak
yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi
hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah
merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga
terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut
jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul
tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani
pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.
Istilah
tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan
mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan
kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama
sekali disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut
kurang dengar (hard of hearning) .Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53)
mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang tuli adalah sesorang yang
pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya akan
pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang
kurang mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu.
Definisi ini menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat
digunakan alat pendengaranya sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik
dengan memakai alat bantu dengar atau tidak. Dengan hilangnya kemampuan
mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child with problem in
learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa konsekuensinya
kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus).
Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya :
1. Segi
Fisik
·
Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat
terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan
anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
·
Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak
tunarungu tidak pernah mendengar suara-suara dalam kehidupan sehari-hari,
bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik,
sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan baik,
khususnya dalam berbicara.
·
Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan
merupakan salah satu indera yang paling dominan bagi anak-anak penyandang
tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui penglihatan.
Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga
cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat
beringas.
2. Segi
Bahasa
·
Miskin akan kosa kata
·
Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan,
atau idiomatic
·
Tatabahasanya kurang teratur
3. Intelektual
ü Kemampuan
intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami
permasalahan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual
menjadi lamban.
ü Perkembangan
akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan
dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi, maka
dalam akademiknya juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam
berkomunikasi biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang
disebut Hearing Aid dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari
(finger spelling).
4. Sosial-emosional
ü Pergaulan
yang terbatas pada sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk
bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari
lingkungan orang mendenga
ü Perasaan
takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar.
Pada umumnya, anak tunarungu
menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan sekitar tanpa
pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa
takut.
ü Sering
merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya
kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa
curiga
ü Sering
bersikap agresif
ü Cepat
marah dan tersinggung
C. Anak
Tunadaksa
ü Ilustrasi
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau
kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang
disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat
sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya
oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi
lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di
bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara
verbal maupun motorik lainnya.
Istilah
umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa
ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh
tetapi tidak menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan
anak normal lainnya.
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan
menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan
memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut
:
1. Gangguan
Motorik
Gangguan
motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat
dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
2. Gangguan
Sensorik
Pusat
sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah
anak yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai
gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan
perasa. Gannguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena
ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan
pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.
3. Gangguan
tingkat Kecerdasan
Walaupun
anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi
keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak
cerebral palsy mulai tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45%
mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan
normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung dibawah rata-rata.
4. Kemampuan
Bicara
Anak
cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik
otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan
rahang bawah dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi
dengan lingkungannya. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak
cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain
5. Emosi dan
Penyesuaian Sosial
Respon
dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi
pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung
rangsangan yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak
normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan
emosin yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak
cerebral palsy dapat memunculkan anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya
kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang mengalami kelumpuhan yang
dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak
pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama
gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.
Solusinya
1) Tuna
netra
Masalah-masalah
yang mungkin dihadapi keluarga dalam kaitannya dengan anaknya yang tunanetra
muncul akibat ketidaktahuan keluarga tentang cara memperlakukan anak itu
sebagaimana mestinya. Berikut ini adalah perlakuan yang seharusnya diberikan
kepada anak tunanetra. Advis ini disusun oleh Rafalowski (1993).
1.
Yang terpenting untuk diingat tentang anak yang tunanetra adalah bahwa pertama-tama dia
adalah anak. Dia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sama sebagaimana anak
pada umumnya.
2.
Dia mengalami masalah penglihatan tetapi ini tidak
berarti bahwa dia juga mengalami keterbelakangan mental. Pada awalnya dia
mungkin melakukan kegiatan tertentu seperti duduk atau berjalan lebih lambat
daripada anak awas. Ini karena kehilangan penglihatannya mengakibatkan dia
berkesulitan belajar kegiatan-kegiatan ini dengan cara yang biasa. Anak
tunanetra perlu ekstra waktu, bantuan, dan latihan. Dengan bantuan tambahan
ini, dia dapat belajar melakukan sebagian besar kegiatan yang sama dengan yang
dilakukan oleh anak awas.
3.
Dia mungkin masih dapat melihat sesuatu. Sebagian besar
orang tunanetra tidak buta total tetapi masih dapat melihat sedikit. Dia
mungkin dapat melihat benda-benda tertentu bila sangat dekat ke wajahnya, bila
cahaya tepat, atau bila benda itu berwarna cerah.
4.
Dia akan menggunakan indera-inderanya yang lain untuk
belajar tentang dunia sekitarnya.
-
Dengan perabaan dia dapat belajar mengenali benda-benda
yang ada di dalam rumah.
-
Melalui pendengaran dia dapat belajar mengenali orang
dari suaranya atau benda-benda dari bunyinya.
-
Melalui penciuman dia dapat belajar mengenali berbagai
macam makanan dan tempat, seperti took roti, took obat, perpustakaan, dsb.
-
Melalui pengecap dia dapat belajar mengenali
bermacam-macam makanan
5.
Berbicaralah kepada dia. Anda perlu menceritakan
tentang barang-barang yang tidak dapat dilihatnya. Jelaskan kepadanya apa yang
sedang terjadi di sekelilingnya. Jelaskan apa yang sedang anda kerjakan, ke
mana anda sedang pergi, dan apa yang sedang dia raba, dengar, cium, atau cicip.
6.
Beri arahan yang jelas kepada dia dan jangan menunjuk.
Anda harus spesifik! Misalnya, anda jangan mengatakan “Buah itu ada di sebelah
sana”, melainkan sebaiknya anda berkata, “Buah ada di atas meja dekat jendela di
belakangmu.”
7.
Bawalah anak jika anda bepergian, dan ceritakan
kepadanya kejadian atau keadaan di tempat-tempat yang anda kunjungi.
8.
Bimbinglah tangan dia untuk meraba berbagai macam
benda. Bimbinglah dia untuk meraba permukaan atau tekstur benda-benda,
mengamati bentuk dan besarnya, dan mengeksplorasi bagian-bagiannya dan
fungsinya. Lakukan hal ini dengan meletakkan tangan anda di atas tangannya
sementara dia meraba benda-benda itu.
9.
Bantu dia mengetahui di mana barang-barang disimpan dan
mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya semula sesudah dia menggunakannya.
10. Bila
anda menunjukkan cara melakukan sesuatu yang baru kepada dia, berdirilah, duduk
atau berlutut di belakangnya, dan letakkan tangan anda di atas tangannya untuk
membimbingnya melakukan pekerjaan itu. Dengan cara ini akan lebih mudah baginya
menirukan gerakan-gerakan anda karena dia dapat merasakan gerakan tubuh anda.
11. Bantulah
dia mengembangkan postur yang baik. Anak tunanetra tidak dapat melihat postur
orang lain yang baik untuk menirunya.
12. Bantu
dia mengembangkan kebiasaan menghadapkan wajahnya kepada orang yang sedang
berbicara kepadanya. Anak tunanetra mungkin tidak terdorong untuk melakukan hal
ini dan tidak menyadari pentingnya hal tersebut.
13. Biarkan
dia mengalami sebanyak mungkin. Dia belajar banyak dari apa yang anda
ceritakan, tetapi dia akan belajar lebih banyak lagi jika dia dapat
berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berlangsung atau meraba apa yang anda
gambarkan.
14. Jangan
mengasihani atau memanjakan dia. Belas kasihan dapat mengembangkan rasa tidak
percaya diri, dan memanjakannya dapat membentuknya menjadi orang yang egois dan
berketergantungan. Perlakukanlah dia sebagaimana anda memperlakukan anak-anak
lain.
15. Biarkan
dia berpartisipasi penuh dalam kegiatan keluarga. Biarkan dia membantu dalam
kegiatan rumah tangga sehari-hari sebagaimana anak yang awas. Karena dia tidak
dapat meniru secara visual, anda perlu mengajarinya secara tactual. Dengan
demikian dia akan benar-benar merasa sebagai bagian dari keluarga dan tumbuh
menjadi individu yang bertanggung jawab, percaya diri, dan mandiri.
16. Sebagaimana
halnya semua anak lain, dia juga perlu teman bermain. Jangan membatasi teman
bergaulnya.
17. Dia
harus aktif agar dapat belajar dengan baik. Anda tidak boleh overprotektif.
Program bimbingan, pengajaran,
dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1) Bimbingan
untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi
interaksi orang per-orang.
2) Menumbuhkembangkan
perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3) Melatih
kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman
kognitif, afektif dan psikomotornya.
4) Melatih
keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang
tidak ia temui ketika berada di rumah.
5) Menumbuhkan
kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6) Melatih
mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan
dengan teman sebaya.
7) Memberikan
pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang
berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat
berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam
kepribadian individu.
8) Mengenalkan
anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal inidapat
memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang
berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok
orang dewasa.
Interaksi sosial yang baik
maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
TUNA RUNGU
Empat hal yang harus dilakukan bagi orangtua
Yang di singkat dengan S-A-L-T
1. S : SERVE
them with SINCERE INTEREST ( layani mereka dengan tulus hati )
Anak tunarungu lebih sensitive,
mereka akan merasa, kalau kita tidak tulus, segan melayani atau tidak peduli
dengan mereka. Lahir dengan gangguan pendengaran dampaknya lebih serius
daripada gangguan penglihatan. Semua yang diketahui anak tunarungu karena
mereka “diberi tahu” dan “diajarkan”. Dengan demikian orangtua mempunyai peran
dan tanggung jawab “melayani” mereka dalam arti “memberi informasi dan
pengetahuan”
2. A : ATTENTION
with AFECTION ( Perhatian dengan afeksi )
Tuli adalah musibah yang sangat
menyedihkan (the most dseperate of human calamities). Mengapa? karena mereka
biasanya diabaikan. Ini sebenarnya masih untung, lebih parah lagi kalau mereka
kesepian dan ditolak. Orangtua, ingat anak tunarungu pun membutuhkan CINTA dan
DISIPLIN.
3. L : LOOK
BEYOND with your SENSITIVE LISTENING SKILL and HEART
Jangan melihat kegagalan anak
sebagaimana yang tertera di rapor mereka. Coba bersabar dan cari akar
masalahnya, analisa kekuatan dan kelemahannya. Dari sini, orangtua bisa lebih
memahami dan coba bekerjasama dengan guru dan para ahli untuk mengatasinya.
4. T : TOTALLY
TUNE INTO THEIR LIVES.
Saya menyadari bahwa hadirnya
anak tunarungu di dalam keluarga membawa perubahan besar bagi setiap anggota
keluarga. Kita semua harus menata kembali kehidupan ini, juga dengan keuangan
dan lain-lainnya. Tetapi, tetaplah “bertahan” ingat “pemenang selalu melalui
pengorbanan dan yang kalah selalu banyak berdalih”. (winner always make
sacrifices and losers always make excuse).
Layanan pendidikan Pada Anak
Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kaufman, (1988)
menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunkasi anak
tunarungu, yaitu :
ü auditory training
ü Speechreading
ü Sing language and finggerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi
anak tunarungu yaitu :
a)
Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu
dapat berkomunikasi secara lisan ( verbal) dengan lingkungan orang mendengar.
Dalam hal ini,perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa
secara verbal. Dapat pula diterpakan prinsip cybernetik yaitu menekankan
perlunya suatu pengoyrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan
bunyi, di rasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan umpan balik
terhadap gerakanya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnnya.
b)
Membaca ujaran atau dalam dunia pendidikan sering
disebut dengan membaca bibir ( lip reading ) membaca ujaran yaitu suatu
kegiatan yang mencajup pengamatan visual dari bentk dan gerak bibir lawan
bicara sewaktu dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau
pemberian makna pada apa yang di ucapkan lawan bicara diman ekspresi mmka dan
pengetahuan bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dari membaca ujara
itu sendiri yaitu :
1. Tidak semua bunyi bahasa dapat
dilaihat pada bibir
2. Ada persamaan antara berbagai bentuk
bunyi bahasa misalnya bahasa bilabial ( p, b, m), dental ( t, d, n) akan
terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir.
3. Lawan icara harus berhadapan dan
tidak terlalu jauh
4. Pengucapan harus pelan dan lugas
c)
Metode manual
Metode manual yaitu cara mengajar
atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan
yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan
modalitas gesti-visual.
d)
Ejaan jari.
Ejaan jari adalah penunjang bahasa
isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar
dapat di kelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :
1. Ejaan jari dengan satu tangan ( one
handed )
2. Ejaan jari dengan dua tangan ( two
handed )
3. Ejaan jari campuran dengan
menggunakan satu tangan dan dua tangan.
e)
Komunikasi total
Komunikasi total ini merupakan upaya
perbaikan dalam mengajarkan komunikasi pada anak tunarungu. Komunikasi total
merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua
cara berkomunikasi yaitu penggunaan sistem syarat, ejaan jari, bicara, baca
ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, mengganbar dan menulis serta
pemanfaatan sisa pendenganran dan kemempuan seseorang
TUNA
DAKSA
5.2.
Kebutuhan
belajar
ABK penyandang
kelainan fisik secara umum tidak
memerlukan program pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak normal. Bahkan
sebahagian dari mereka khususnya yang mengalami gangguan ortopedi memiliki
kecerdasan yang relatif baik seperti halnya teman-teman lainnya yang normal.
Mengingat
kategori kelainan fisik amat beragam dan memiliki spectrum yang luas, maka agak sulit untuk membicarakan
kebutuhan anak dalam
pendidikan di sekolah. Paling
tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan guru sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas, yaitu sebagai
berikut
Keluasan Gerak
Derajat
gangguan fisik yang dialami anak sangat
bervariasi, merentang dari yang ringan sampai yang berat. Dalam kenyataannya,
ada sebagian anak yang membutuhkan kursi roda, sedangkan yang lain cukup hanya
mambutuhkan alat penopang tubuh, tongkat atau alat bantu jalan. Ada juga yang dapat berjalan tetapi membutuhkan tenaga
dan waktu yang tidak sedikit sehingga menyebabkan anak cepat lelah. Untuk
itu hal yang harus
diperhatikan oleh guru adalah bagaimana anak dapat mengakses layanan pendidikan di sekolah
dengan memperhatikan keleluasaan gerak anak. Masalah akses utama adalah yang
berkaitan dengan akses menuju gedung sekolah, ruang kelas, dan fasilitas
sekolah. Yang harus diperhatikan oleh guru dan perancang gedung adalah apakah
pintu ruangan, jalan dan lorong
sekolah bisa dilewati oleh anak dengan kursi roda.
Latihan
Keterampilan Menolong Diri (Self-Help)
ABK
berkelainan fisik sering membutuhkan
latihan bantu diri (self-help). Self-help
sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka
sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan umum yang lebih
luas. Dengan memiliki keterampilan menolong diri diharapkan anak bisa mandiri
dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Misalnya dalam
kegiatan makan dan minum,
karena kondisi fisik yang tidak sempurna,
maka kegiatan tersebut
tidak dapat dilakukan seperti anak normal. Untuk itu ABK membutuhkan keterampilan khusus atau
menggunakan alat tertentu yang telah dimodifikasi. Demikian juga tentang
kegiatan yang melibatkan motorik halus, misalnya menggambar, menulis, dan
melipat; maka butuh keterampilan khusus yang harus dikuasai. Jika kedua tangannya tumbuh tidak
sempurna maka kegiatan menggambar atau menulis bisa dialihkan dengan
menggunakan mulut atau kaki. Keterampilan
membuang air kecil/besar di toilet
merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai anak di sekolah
Kebutuhan Psikososial
Hambatan fisik
kadang-kadang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan
psikologisnya. Hasil-hasil penelitian
menujukkan bahwa anak-anak berkelainan fisik memiliki kesulitan dalam
mengembangkan sense of self-esteem
yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak-anak
normal lainnya (Harvey, 1994). Berbagai reaksi psikososial anak-anak
berkelainan fisik juga dapat diamati, misalnya ada sebagian anak yang mampu dan
berhasil mengatasi hambatan-hambatannya sehingga memiliki sejumlah prestasi
akademik, namun ada sebagaian anak yang tidak mampu mengatasi hambatan-hmabatan
fisiknya dan menjadikannya sebagai pengalaman yang memilukan (Bigge, 1991). Untuk mendukung agar anak berkelainan
fisik memilki sikap sense of self-esteem yang positif, maka seluruh anggota keluarga,
guru-guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas harus memberikan dukungan
dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun kekurangannya.
5.3. Strategi
Pendampingan Belajar
ABK berkelainan fisik membutuhkan lingkungan yang kondusif, baik
lingkungan fisik, psikologis,
maupun sosial. Integrasi
pembelajaran antara anak normal
dan ABK memerlukan kerjasama antara guru regular dan
guru pembimbing khusus atau dengan tenaga profesinal lainnya. Demikian juga di
dalam kelas, anak sangat membutuhkan sikap
yang baik dan dapat diterima baik
dari guru,maupun dari dan teman-teman
yang lain.
Pengajaran Kemandirian
ABK berkelainan
fisik memiliki beberapa keterbatasan, terutama dalam gerak dan aktivitas. Untuk itu
pembelajaran yang dianjurkan adalah latihan kemamdirian disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan anak. Melalui pembelajaran ini
diharapkan dapat mendukung kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self- esteem yang baik. Beberapa
pengajaran kemandirian yang disarankan adalah kemandirian dalam hal: belajar,
aktivitas sehari-hari, dan berkomunikasi dengan teman sebayadan guru.
Belajar
Berkelompok
Belajar
berkelompok adalah belajar secara tim
yang melibatkan beberapa anak untuk menyelesaikan tugas atau mecahkan permasalahan
tertentu. Dalam
penerapannya di sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan ABK dengan anak-anak normal di kelas. Dalam belajar kelompok dapat ditentukan
kegiatan tertentu yang dapat melibatkan ABK untuk ikut memberikan saran, sumbangan
berfikir bagi keberhasilan kelompok. Dengan belajar kelompok diharapkan dapat
terbentuk sikap positif anak yang
saling menghargai, saling mengerti, saling toleransi yang akhirnya dapat
meminimalisasikan perasaan
negatif. Tentu saja kegiatan belajar berkelompok harus dilakukan secara
fleksibel dan menurut kebutuhan kelas pada saat itu.
Team
Teaching
Hal terpenting dalam upaya membentuk
kelas /sekolah inklusi
adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan pendidikan yang
seefektif mungkin bagi semua anak, baik ABK maupun anak normal. Beberapa keuntungan team teaching adalah: terciptanya suatu rancangan pembelajaran yang
efektif, dapat menciptakan/menghasilkan pemecahan masalah yang terukur, dapat
menumbuhkan harga diri, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan meningkatkan
kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien, serta menambah wawasan
akademis.
(Cohen, 1993).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar