Kamis, 26 Juni 2014

Jenis-Jenis Anak-Anak Berkelainan Fisik beserta Karakteristiknya

Jenis-jenis anak berkelainan fisik dapat dibagi menjadi 3 yaitu:


A.    Anak Tunanetra
ü  Ilustrasi
Atin seorang gadis kecil usia 5 tahun, dia akan masuk taman kanak- kanak. Kesan lahiriah tampak Atin adalah anak yang lucu dan ceria, dalam aktivitas motorik sehari-hari tampak terkesan lamban, pada kegiatan yang bersifat visual seperti mewarnai, menggambar, menyusun peg board, dan puzzle Atin tidak mampu menyelesaikannya. Maka dia dibawa kedokter untuk melihat gangguan yang ada padanya, ternyata atin memiliki kelainan pada penglihatannya yang oleh dokter dinyatakan memiliki tingkat ketajaman( visual sentalis ) 20/200, maka dia dinyatakan sebagai anak tuna netra dan memerlukan media pembelajaran dan permainan khusus.
Anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan kehilangan ketajaman penglihatan sehingga penglihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari termasuk bersekolah sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan kemampuan seseorang membaca huruf-huruf, angka-angka, atau simbol-simbol lain pada papan Snellen sejauh 20 kaki (6 M). Penglihatan seseorang dikatakan betul-betul terganggu jika ketajamannya lebih rendah atau sama dengan 20/200 (Arum, 2005:28-29) yaitu yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki yang dapat dilihat oleh orang yang memiliki ketajaman normal pada jarak 200 kaki. Hilangnya kemampuan melihat tersebut mengakibatkan perkembangan anak, baik perkembangan baik perkembangan intelektualnya, emosi, sosial, kepribadian dan keterampilan hidupnya. Mereka dengan keadaannya itu tidak mungkin dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa bersama anak-anak yang awas tanpa layanan atau program khusus.



Adapun karakteristik anak Tunanetra adalah sebagai berikut.
1.      Segi Fisik
Secara visik anak-anak tunanetra, Nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/ mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual. Atau hal yang membedakan anaktunetra dengan anak lainnya dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap tubuhnya yang kurang ajeg serta kaku.
2.      Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan.
Misalnya:

• gerakan agak kaku dan kurang fleksibel hal ini disebabkan karena keterbatasan penglihatan jadi anak tunanetra tidak bebas bergarak seperti anak awas lainnya.


• Perilaku Stereotipee (stereotypic behavior) artinya sebagian kecil anak tunanetra ada yang suka mengulang-ulang gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya.

3.      Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering kali menunjukkan prilaku treriotip, sehingga menunjukkan prilaku yang tidak semestinya. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku steriotip. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dapat dilakukan dengan cara membantu mereka memperbanyak aktivitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu seperti misalnya memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
4.      Akademik
Secara umum kemampuan akademik anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra dalam membaca mempergunakan huruf Braille (huruf simbol dengan titik timbul) atau huruf cetak dengan berbagai ukuran dan untuk menulis tunanetra menggunakan Riglet dan pen.
5.      Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan meniru, maka anak tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada saat melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakkan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan social.


Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap :
·         Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya.
·         Mudah tersinggung. Akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
·         Ketergantungan pada orang lain. Anak-anak tunanetra umumnya memiliki sikap ketergantungan yang kuat pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
B.     Anak Tunarungu
ü  Ilustrasi
Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran sejak lahir, awalnya orang tuanya tidak menduga jika dadi tunarungu. Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga terhadap perkembangannya, dan kondisi Dadi yang sering seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba. Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan setelah menjalani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika ia menderita ketunarunguan.


Istilah tunarungu ditujukan pada individu atau anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan kemampuan mendengar sebagian. Orang yang kehilangan kemampuan mendengar sama sekali disebut tuli (the deaf), sedangkan kemampuan mendengar sebagian disebut kurang dengar (hard of hearning) .Frisina (1974) dalam Moh. Amin (1986:53) mendefinisikannya sebagai berikut : seorang yang tuli adalah sesorang yang pendengarannya cacat sampai batas yang menghambat pengertiannya akan pembicaraan melalui telinga, dengan atau tanpa alat bantu dengar. Orang yang kurang mendengar adalah yang pendengarannya cacat sampai tingkat tertentu. Definisi ini menunjukkan bahwa tunarungu dalam kategori tuli tidak dapat digunakan alat pendengaranya sama sekali untuk mengartikan pembicaraan, baik dengan memakai alat bantu dengar atau tidak. Dengan hilangnya kemampuan mendengar tersebut, maka anak tunarungu dapat disebut child with problem in learning (anak dengan problema dalam belajar) yang membawa konsekuensinya kepada child with special needs (anak berkebutuhan khusus).

Beberapa karakteristik anak tunarungu, diantaranya :

1.      Segi Fisik
·         Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga, menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
·         Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah mendengar suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehingga mereka juga tidak terbiasa mengatur pernafasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
·         Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indera yang paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar pengalamannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan terlihat beringas.


2.      Segi Bahasa
·         Miskin akan kosa kata
·         Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatic
·         Tatabahasanya kurang teratur

3.      Intelektual
ü  Kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak mengalami permasalahan dalam berkomunikasi dan berbahasa, perkembangan intelektual menjadi lamban.
ü  Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan dalam komunikasi, maka dalam akademiknya juga mengalami keterlambatan. Untuk mengatasi hambatan dalam berkomunikasi biasanya anak tunarungu menggunakan alat bantu dengar yang disebut Hearing Aid dan untuk mengucapkan kata-kata ia menggunakan abjad jari (finger spelling).


4.      Sosial-emosional

ü  Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu
Sebagai akibat keterbatasan dalam komunikasi, anak tunarungu cenderung untuk bergaul/ bersosialisasi dengan sesama tunarunguatau menarik diri dari lingkungan orang mendenga

ü  Perasaan takut (khwatir) terhadap lingkungan sekitar.
Pada umumnya, anak tunarungu menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai lingkungan sekitar tanpa pendengaran. Hal inilah menjadikan mereka bersikap ragu atau menimbulkan rasa takut.
ü  Sering merasa curiga dan berprasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa curiga
ü  Sering bersikap agresif
ü  Cepat marah dan tersinggung

C.     Anak Tunadaksa
ü  Ilustrasi
Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah kanan yaitu tangan dan kakinya yang disertai gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk dimengerti orang lain. Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama kelamaan lingkungan menyadari bahwa dia mengalami dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, tetapi sangat sulit untuk ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.

Istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk anak jenis kelainan ini adalah tunadaksa ringan dan tunadaksa berat. Anak tunadaksa ringan adalah anak yang cacat tubuh tetapi tidak menghambat perkembangannya, anak-anak ini tidak membutuhkan pelayanan pendidikan khusus dengan kata lain anak-anak ini bisa sekolah dengan anak normal lainnya.
Sedangkan anak tunadaksa berat adalah anak yang mengalami cacat tubuh dan menyebabkan terjadinya hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal dan memerlukan layanan pendidikan khusus. Karakteristik anak daksa sebagai berikut :

1.      Gangguan Motorik
Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini meliputi motorik kasar dan motorik halus.

2.      Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terletak pada otak, mengingat anak cerebral palsy adalah anak yang mengalami kelainan otak, maka sering anak cerebral palsy disertai gangguan sensorik antara lain penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa. Gannguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy sering dijumpai pada jenis athetoid.

3.      Gangguan tingkat Kecerdasan
Walaupun anak cerebral palsy adalh anak yang mengalami kelainan di otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy mulai tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata. Sedangkan sisianya cenderung dibawah rata-rata.

4.      Kemampuan Bicara
Anak cerebral Palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak proses interaksi dengan lingkungannya. Dengan keadaan yang demikian maka bicara anak-anak cerebral palsy menjadi tidak jelas dan sulit diterima orang lain

5.      Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada anak cerebral palsy, mempengaruhi pembentukan pribadi anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,tergantung rangsangan yang diterimanya. Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anak-anak normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dapat menimbulkan emosin yang tidak terkendali. Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat memunculkan anak merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah tersinggung. Sedangkan anak-anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerakan lokomosi, gerakan ditempat, dan mobilisasi.

Solusinya
1)      Tuna netra
Masalah-masalah yang mungkin dihadapi keluarga dalam kaitannya dengan anaknya yang tunanetra muncul akibat ketidaktahuan keluarga tentang cara memperlakukan anak itu sebagaimana mestinya. Berikut ini adalah perlakuan yang seharusnya diberikan kepada anak tunanetra. Advis ini disusun oleh Rafalowski (1993).
1.      Yang terpenting untuk diingat tentang anak  yang tunanetra adalah bahwa pertama-tama dia adalah anak. Dia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sama sebagaimana anak pada umumnya.
2.      Dia mengalami masalah penglihatan tetapi ini tidak berarti bahwa dia juga mengalami keterbelakangan mental. Pada awalnya dia mungkin melakukan kegiatan tertentu seperti duduk atau berjalan lebih lambat daripada anak awas. Ini karena kehilangan penglihatannya mengakibatkan dia berkesulitan belajar kegiatan-kegiatan ini dengan cara yang biasa. Anak tunanetra perlu ekstra waktu, bantuan, dan latihan. Dengan bantuan tambahan ini, dia dapat belajar melakukan sebagian besar kegiatan yang sama dengan yang dilakukan oleh anak awas.
3.      Dia mungkin masih dapat melihat sesuatu. Sebagian besar orang tunanetra tidak buta total tetapi masih dapat melihat sedikit. Dia mungkin dapat melihat benda-benda tertentu bila sangat dekat ke wajahnya, bila cahaya tepat, atau bila benda itu berwarna cerah.
4.      Dia akan menggunakan indera-inderanya yang lain untuk belajar tentang dunia sekitarnya.
-          Dengan perabaan dia dapat belajar mengenali benda-benda yang ada di dalam rumah.
-          Melalui pendengaran dia dapat belajar mengenali orang dari suaranya atau benda-benda dari bunyinya.
-          Melalui penciuman dia dapat belajar mengenali berbagai macam makanan dan tempat, seperti took roti, took obat, perpustakaan, dsb.
-          Melalui pengecap dia dapat belajar mengenali bermacam-macam makanan
5.      Berbicaralah kepada dia. Anda perlu menceritakan tentang barang-barang yang tidak dapat dilihatnya. Jelaskan kepadanya apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Jelaskan apa yang sedang anda kerjakan, ke mana anda sedang pergi, dan apa yang sedang dia raba, dengar, cium, atau cicip.
6.      Beri arahan yang jelas kepada dia dan jangan menunjuk. Anda harus spesifik! Misalnya, anda jangan mengatakan “Buah itu ada di sebelah sana”, melainkan sebaiknya anda berkata, “Buah ada di atas meja dekat jendela di belakangmu.”
7.      Bawalah anak jika anda bepergian, dan ceritakan kepadanya kejadian atau keadaan di tempat-tempat yang anda kunjungi.
8.      Bimbinglah tangan dia untuk meraba berbagai macam benda. Bimbinglah dia untuk meraba permukaan atau tekstur benda-benda, mengamati bentuk dan besarnya, dan mengeksplorasi bagian-bagiannya dan fungsinya. Lakukan hal ini dengan meletakkan tangan anda di atas tangannya sementara dia meraba benda-benda itu.
9.      Bantu dia mengetahui di mana barang-barang disimpan dan mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya semula sesudah dia menggunakannya.
10.  Bila anda menunjukkan cara melakukan sesuatu yang baru kepada dia, berdirilah, duduk atau berlutut di belakangnya, dan letakkan tangan anda di atas tangannya untuk membimbingnya melakukan pekerjaan itu. Dengan cara ini akan lebih mudah baginya menirukan gerakan-gerakan anda karena dia dapat merasakan gerakan tubuh anda.
11.  Bantulah dia mengembangkan postur yang baik. Anak tunanetra tidak dapat melihat postur orang lain yang baik untuk menirunya.
12.  Bantu dia mengembangkan kebiasaan menghadapkan wajahnya kepada orang yang sedang berbicara kepadanya. Anak tunanetra mungkin tidak terdorong untuk melakukan hal ini dan tidak menyadari pentingnya hal tersebut.
13.  Biarkan dia mengalami sebanyak mungkin. Dia belajar banyak dari apa yang anda ceritakan, tetapi dia akan belajar lebih banyak lagi jika dia dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berlangsung atau meraba apa yang anda gambarkan.
14.  Jangan mengasihani atau memanjakan dia. Belas kasihan dapat mengembangkan rasa tidak percaya diri, dan memanjakannya dapat membentuknya menjadi orang yang egois dan berketergantungan. Perlakukanlah dia sebagaimana anda memperlakukan anak-anak lain.
15.  Biarkan dia berpartisipasi penuh dalam kegiatan keluarga. Biarkan dia membantu dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari sebagaimana anak yang awas. Karena dia tidak dapat meniru secara visual, anda perlu mengajarinya secara tactual. Dengan demikian dia akan benar-benar merasa sebagai bagian dari keluarga dan tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, percaya diri, dan mandiri.
16.  Sebagaimana halnya semua anak lain, dia juga perlu teman bermain. Jangan membatasi teman bergaulnya.
17.  Dia harus aktif agar dapat belajar dengan baik. Anda tidak boleh overprotektif.
Program bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan
kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1)      Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang per-orang.
2)      Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3)      Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.
4)      Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
5)      Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6)      Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7)      Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8)      Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal inidapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.
Interaksi sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak
diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.

TUNA RUNGU
Empat hal yang harus dilakukan bagi orangtua
Yang di singkat dengan S-A-L-T
1.      S          :           SERVE them with SINCERE INTEREST ( layani mereka dengan tulus hati )
Anak tunarungu lebih sensitive, mereka akan merasa, kalau kita tidak tulus, segan melayani atau tidak peduli dengan mereka. Lahir dengan gangguan pendengaran dampaknya lebih serius daripada gangguan penglihatan. Semua yang diketahui anak tunarungu karena mereka “diberi tahu” dan “diajarkan”. Dengan demikian orangtua mempunyai peran dan tanggung jawab “melayani” mereka dalam arti “memberi informasi dan pengetahuan”
2.      A         :           ATTENTION with AFECTION ( Perhatian dengan afeksi )
Tuli adalah musibah yang sangat menyedihkan (the most dseperate of human calamities). Mengapa? karena mereka biasanya diabaikan. Ini sebenarnya masih untung, lebih parah lagi kalau mereka kesepian dan ditolak. Orangtua, ingat anak tunarungu pun membutuhkan CINTA dan DISIPLIN.

3.      L          :           LOOK BEYOND with your SENSITIVE LISTENING SKILL and HEART
Jangan melihat kegagalan anak sebagaimana yang tertera di rapor mereka. Coba bersabar dan cari akar masalahnya, analisa kekuatan dan kelemahannya. Dari sini, orangtua bisa lebih memahami dan coba bekerjasama dengan guru dan para ahli untuk mengatasinya.

4.      T          :           TOTALLY TUNE INTO THEIR LIVES.
Saya menyadari bahwa hadirnya anak tunarungu di dalam keluarga membawa perubahan besar bagi setiap anggota keluarga. Kita semua harus menata kembali kehidupan ini, juga dengan keuangan dan lain-lainnya. Tetapi, tetaplah “bertahan” ingat “pemenang selalu melalui pengorbanan dan yang kalah selalu banyak berdalih”. (winner always make sacrifices and losers always make excuse).
Layanan pendidikan Pada Anak Tunarungu
            Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunarungu adalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kaufman, (1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunkasi anak tunarungu, yaitu :
ü  auditory training
ü  Speechreading
ü  Sing language and finggerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak tunarungu yaitu :
a)      Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara lisan ( verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini,perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dapat pula diterpakan prinsip cybernetik yaitu menekankan perlunya suatu pengoyrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan bunyi, di rasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakanya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnnya.
b)      Membaca ujaran atau dalam dunia pendidikan sering disebut dengan membaca bibir ( lip reading ) membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencajup pengamatan visual dari bentk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang di ucapkan lawan bicara diman ekspresi mmka dan pengetahuan bahasa turut berperan. Ada beberapa kelemahan dari membaca ujara itu sendiri yaitu :

1.      Tidak semua bunyi bahasa dapat dilaihat pada bibir
2.      Ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa misalnya bahasa bilabial ( p, b, m), dental ( t, d, n) akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir.
3.      Lawan icara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh
4.      Pengucapan harus pelan dan lugas

c)      Metode manual
Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui  penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual.
d)     Ejaan jari.
Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan  menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapat di kelompokkan dalam 3 jenis, yaitu :
1.      Ejaan jari dengan satu tangan ( one handed )
2.      Ejaan jari dengan dua tangan ( two handed )
3.      Ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan dan dua tangan.
e)      Komunikasi total
Komunikasi total ini merupakan upaya perbaikan dalam mengajarkan komunikasi pada anak tunarungu. Komunikasi total  merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara berkomunikasi yaitu penggunaan sistem syarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, mengganbar dan menulis serta pemanfaatan sisa pendenganran dan kemempuan seseorang
TUNA DAKSA
5.2.    Kebutuhan belajar 
ABK penyandang kelainan fisik secara umum  tidak memerlukan program pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak normal. Bahkan sebahagian dari mereka khususnya yang mengalami gangguan ortopedi memiliki kecerdasan yang relatif baik seperti halnya teman-teman lainnya yang normal.
Mengingat kategori kelainan fisik amat beragam dan memiliki spectrum yang luas, maka agak sulit untuk membicarakan kebutuhan anak dalam pendidikan di sekolah. Paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas,  yaitu sebagai berikut
            Keluasan Gerak
 Derajat gangguan fisik yang dialami  anak sangat bervariasi, merentang dari yang ringan sampai yang berat. Dalam kenyataannya, ada sebagian anak yang membutuhkan kursi roda, sedangkan yang lain cukup hanya mambutuhkan alat penopang tubuh, tongkat atau alat bantu jalan. Ada juga  yang dapat berjalan tetapi membutuhkan tenaga dan waktu yang tidak sedikit sehingga menyebabkan anak cepat lelah. Untuk itu hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana anak dapat  mengakses layanan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan keleluasaan gerak anak. Masalah akses utama adalah yang berkaitan dengan akses menuju gedung sekolah, ruang kelas, dan fasilitas sekolah. Yang harus diperhatikan oleh guru dan perancang gedung adalah apakah pintu ruangan, jalan dan lorong sekolah bisa dilewati oleh anak dengan kursi roda.
    
            Latihan Keterampilan Menolong Diri (Self-Help)
ABK berkelainan fisik sering membutuhkan latihan bantu diri (self-help). Self-help sangat dibutuhkan anak terutama yang berkaitan dengan aktivitas mereka sehari-hari baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungan umum yang lebih luas. Dengan memiliki keterampilan menolong diri diharapkan anak bisa mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain. Misalnya dalam kegiatan makan dan minum, karena kondisi fisik yang tidak sempurna,  maka kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan seperti anak normal. Untuk itu ABK membutuhkan keterampilan khusus atau  menggunakan alat tertentu yang telah dimodifikasi. Demikian juga tentang kegiatan yang melibatkan motorik halus, misalnya menggambar, menulis, dan melipat; maka butuh keterampilan khusus yang harus dikuasai. Jika kedua tangannya tumbuh tidak sempurna maka kegiatan menggambar atau menulis bisa dialihkan dengan menggunakan mulut atau kaki. Keterampilan membuang air kecil/besar di toilet  merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai anak di sekolah
      
       Kebutuhan Psikososial
Hambatan fisik kadang-kadang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan psikologisnya.  Hasil-hasil penelitian menujukkan bahwa anak-anak berkelainan fisik memiliki kesulitan dalam mengembangkan sense of self-esteem yang positif dan mengalami kecemasan yang lebih besar dibandingkan anak-anak normal lainnya (Harvey, 1994). Berbagai reaksi psikososial anak-anak berkelainan fisik juga dapat diamati, misalnya ada sebagian anak yang mampu dan berhasil mengatasi hambatan-hambatannya sehingga memiliki sejumlah prestasi akademik, namun ada sebagaian anak yang tidak mampu mengatasi hambatan-hmabatan fisiknya dan menjadikannya sebagai pengalaman yang memilukan (Bigge, 1991). Untuk mendukung agar anak berkelainan fisik memilki  sikap sense of self-esteem yang positif, maka seluruh anggota keluarga, guru-guru di sekolah, dan teman-teman sebaya di kelas harus memberikan dukungan dan bisa menerima anak dengan segala kelebihan maupun kekurangannya.

5.3.    Strategi Pendampingan Belajar

ABK  berkelainan fisik  membutuhkan lingkungan yang kondusif, baik lingkungan  fisik, psikologis,  maupun sosial. Integrasi pembelajaran antara anak normal dan ABK  memerlukan kerjasama antara guru regular dan guru pembimbing khusus atau dengan tenaga profesinal lainnya. Demikian juga di dalam kelas, anak sangat membutuhkan sikap  yang baik dan  dapat diterima baik dari guru,maupun dari dan teman-teman  yang lain.

       Pengajaran Kemandirian
 ABK berkelainan fisik memiliki beberapa keterbatasan, terutama dalam gerak dan aktivitas. Untuk itu pembelajaran yang dianjurkan adalah latihan kemamdirian disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Melalui pembelajaran ini diharapkan dapat mendukung kemandirian pribadi, kepercayaan diri, dan self- esteem yang baik. Beberapa pengajaran kemandirian yang disarankan adalah kemandirian dalam hal: belajar, aktivitas sehari-hari, dan berkomunikasi  dengan teman sebayadan guru.
      
       Belajar Berkelompok
Belajar berkelompok adalah  belajar secara tim yang melibatkan beberapa anak untuk menyelesaikan tugas atau mecahkan permasalahan tertentu. Dalam penerapannya di sekolah memiliki nilai positif terutama dalam membaurkan ABK dengan anak-anak normal di kelas.  Dalam belajar kelompok dapat ditentukan kegiatan tertentu yang dapat melibatkan  ABK  untuk ikut memberikan saran, sumbangan berfikir bagi keberhasilan kelompok. Dengan belajar kelompok diharapkan dapat terbentuk sikap positif anak yang saling menghargai, saling mengerti, saling toleransi yang akhirnya dapat meminimalisasikan perasaan negatif. Tentu saja kegiatan belajar berkelompok harus dilakukan secara fleksibel dan menurut kebutuhan kelas pada saat itu.

Team Teaching
Hal terpenting dalam upaya membentuk kelas /sekolah inklusi adalah perlunya pendidik bekerjasama dalam memberikan layanan pendidikan yang seefektif mungkin bagi semua anak, baik ABK maupun anak normal. Beberapa keuntungan team teaching adalah:  terciptanya suatu rancangan pembelajaran yang efektif, dapat menciptakan/menghasilkan pemecahan masalah yang terukur, dapat menumbuhkan harga diri, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan meningkatkan kemampuan sosial yang lebih efektif dan efisien, serta menambah wawasan akademis. (Cohen, 1993).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut