Minggu, 22 Juni 2014

TEORI BELAJAR BEHAVIORISME

  TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Salah satu teori psikologi Belajar, yang merupakan teori awal tentang belajar adalah Teori Behaviorisme. Ada 3 jenis teori belajar menurut Teori Behaviorisme yang perlu Anda pelajari secara mendalam untuk kepentingan pengelolaan proses pembelajaran di SD/MI, yaitu teori
1)      Respondent Conditioning,
2)      Operant Conditioning, dan
3)      Observational Learning atau Social-Cognitive Learning.


1)      Teori Belajar Respondent Conditioning

Teori belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Guy R. Lefrancois (1985) menjelaskan bahwa kondisi tertentu (yang disebut stimuli atau rangsangan) dapat mempengaruhi individu dan membawanya ke arah perilaku (respon) yang diharapkan. Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan yang dapat diamati atau terukur itu yang menyebabkan teori ini digolongkan ke dalam teori behaviorisme.
Contoh lain penerapan teori belajar respondent conditioning adalah yang dilakukan pula oleh J. Wolpe (1958) untuk menangani reaksi cemas melalui kegiatan penurunan kepekaan secara sistematis (systematic disensitization). Stimuli di lingkungan yang memicu reaksi cemas, diubah lewat kegiatan mengkondisikan respon pengganti rangsangan yang tidak selaras dengan respon cemas.
Prosedur ini menggunakan respon relaksasi otot. Isyarat pemicu cemas dipasangkan dengan respon relaksasi. Individu diminta bersikap relaks dan membayangkan pemandangan berisyarat pemicu cemas ringan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pada waktu bersantai, cemas ringan dihambat oleh sikap santai itu. Secara bertahap, seraya bersantai dipasangkan isyarat pencetus cemas ringan, isyarat pemicu cemas makin dinaikkan kadarnya, dibayangkan tanpa ada respon sama sekali atau ada respon tetapi kecil saja. Relaksasi berasosiasi dengan hirarki pemandangan yang dibayangkan. Akhirnya kemampuan stimuli membangkitkan kecemasan menjadi lenyap. Pengubahan perilaku respondent conditioning seperti dicontohkan di atas, dapat pula digunakan untuk membantu peserta didik yang mengalami masalah suka makan berlebihan, peminum alkohol atau penyimpangan perilaku seksual.

2)      Teori Belajar Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant Conditioning berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Perbandingan antara teori belajar Classical Conditioning dan teori belajar Operant Conditioning dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner menyebutkan bahwa banyak respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi dapat dikondisikan pada stimuli lain. Respon ini adalah kategori perilaku pertama, disebut respondent behavior karena perilaku muncul sebagai respon atas stimuli. Selanjutnya dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku yang tidak dipancing stimuli), yang disebut operant behavior sebab telah dikerjakan pebelajar. Sedangkan Guy R. Lefrancois (1985) memilah perbedaan antara keduanya sebagai berikut

Respondent Conditioning
Operant Conditioning (Skinner)
(Pavlov)



Peserta didik disebut respondents,
Peserta didik disebut operants,
yang dipancing reaksinya atas
yang dipancing aksi
lingkungan (contoh: marah atau
intrumentalnya pada lingkungan
tertawa), menjawab 2 setelah guru
(contoh: menyanyi, menulis surat,
bertanya jumlah saudara
mencium bayi, membaca buku)
kandungnya (reaksi otomatis atas
sebagai tindakan spontan, kendali
situasi spesifik)
dari diri sendiri




3)      Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau Socio-Cognitive Learning (Belajar Sosio-Kognitif)

Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa berlajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena yang menjadi obyek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial mencakup belajar berperilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya dan golongan masyarakat.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktifitas meniru melalui pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru. Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar.



Pada prinsipnya kajian teori behaviorisme mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang baru. Tingkah laku dapat disebut sebagai hasil pomodifikasian tingkah laku lama , sehingga apabila tingkah laku yang lama berubah menjadi tingkah laku yang baru dan lebih baik dibandingkan dengan tingkah laku yang lama.

Perubahan tingkah laku di sini bukanlah perubahan tingkah laku tertentu, tetapi perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang telah dimiliki oleh seseorang. Hal itu berarti perubahan tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif dan tingkah laku psikomotor. Menurut pendapat Staton (1978) hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sebaiknya seimbang.

Pada prinsipnya teori belajar Behavirisme menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak ragamnya, baik sifat maupun jenisnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar. Jika tangan seorang anak bengkok karena jatuh dari sepada motor, maka perubahan seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan hasil belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang karena mabuk tidak dapat dikategorikan sebagai hasil perubahan tingkah laku karena belajar.
Pengetahuan mutakhir proses belajar diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neurofisiologi, neuropsikologi dan sain kognitif. Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford (1992) menyebut belajar sebagai kegiatan pemrosesan informasi, membuat penalaran, mengembangkan pemahaman dan meningkatkan penguasaan keterampilan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran, diartikan sebagai upaya membuat individu belajar, yang dirumuskan Robert W. Gagne (1977) sebagai pengaturan peristiwa yang ada di luar diri seseorang peserta didik, dan dirancang serta dimanfaatkan untuk memudahkan proses belajar. Pengaturan situasi pembelajaran biasanya disebut management of learning and conditions of learning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut