TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
Salah satu teori psikologi Belajar, yang merupakan
teori awal tentang belajar adalah Teori Behaviorisme. Ada 3 jenis teori belajar
menurut Teori Behaviorisme yang perlu Anda pelajari secara mendalam untuk
kepentingan pengelolaan proses pembelajaran di SD/MI, yaitu teori
1)
Respondent Conditioning,
2)
Operant Conditioning,
dan
3) Observational
Learning atau Social-Cognitive Learning.
1)
Teori Belajar Respondent
Conditioning
Teori belajar Respondent
Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan oleh Pavlov, yang
didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon
yang dapat diamati dan diramalkan. Guy R. Lefrancois (1985) menjelaskan bahwa
kondisi tertentu (yang disebut stimuli atau rangsangan) dapat mempengaruhi
individu dan membawanya ke arah perilaku (respon) yang diharapkan.
Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan yang dapat diamati atau terukur
itu yang menyebabkan teori ini digolongkan ke dalam teori behaviorisme.
Contoh lain penerapan
teori belajar respondent conditioning adalah yang dilakukan pula oleh J.
Wolpe (1958) untuk menangani reaksi cemas melalui kegiatan penurunan kepekaan
secara sistematis (systematic disensitization).
Stimuli di lingkungan yang memicu reaksi cemas, diubah lewat kegiatan
mengkondisikan respon pengganti rangsangan yang tidak selaras dengan respon
cemas.
Prosedur ini
menggunakan respon relaksasi otot. Isyarat pemicu cemas dipasangkan dengan
respon relaksasi. Individu diminta bersikap relaks dan membayangkan pemandangan
berisyarat pemicu cemas ringan. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa pada
waktu bersantai, cemas ringan dihambat oleh sikap santai itu. Secara bertahap,
seraya bersantai dipasangkan isyarat pencetus cemas ringan, isyarat pemicu
cemas makin dinaikkan kadarnya, dibayangkan tanpa ada respon sama sekali atau
ada respon tetapi kecil saja. Relaksasi berasosiasi dengan hirarki pemandangan
yang dibayangkan. Akhirnya kemampuan stimuli membangkitkan kecemasan menjadi
lenyap. Pengubahan perilaku respondent conditioning seperti dicontohkan
di atas, dapat pula digunakan untuk membantu peserta didik yang mengalami
masalah suka makan berlebihan, peminum alkohol atau penyimpangan perilaku
seksual.
2)
Teori Belajar Operant
Conditioning
B.F. Skinner sebagai
tokoh teori belajar Operant Conditioning berpendapat bahwa belajar
menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang perilaku dan belajar
diubah oleh kondisi lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant
Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi.
Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan
konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun keduanya
memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Perbandingan antara
teori belajar Classical Conditioning dan teori belajar Operant
Conditioning dikemukakan oleh Skinner dan Lefrancois. Skinner menyebutkan
bahwa banyak respon yang tidak hanya dipancing stimuli tetapi dapat
dikondisikan pada stimuli lain. Respon ini adalah kategori perilaku pertama,
disebut respondent behavior karena perilaku muncul sebagai respon atas
stimuli. Selanjutnya dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku
yang tidak dipancing stimuli), yang disebut operant behavior sebab telah
dikerjakan pebelajar. Sedangkan Guy R. Lefrancois (1985) memilah perbedaan antara
keduanya sebagai berikut
Respondent
Conditioning
|
Operant
Conditioning (Skinner)
|
(Pavlov)
|
|
Peserta
didik disebut respondents,
|
Peserta
didik disebut operants,
|
yang
dipancing reaksinya atas
|
yang
dipancing aksi
|
lingkungan
(contoh: marah atau
|
intrumentalnya
pada lingkungan
|
tertawa),
menjawab 2 setelah guru
|
(contoh:
menyanyi, menulis surat,
|
bertanya
jumlah saudara
|
mencium
bayi, membaca buku)
|
kandungnya
(reaksi otomatis atas
|
sebagai
tindakan spontan, kendali
|
situasi
spesifik)
|
dari
diri sendiri
|
3)
Teori Observational Learning
(Belajar Pengamatan) atau Socio-Cognitive Learning (Belajar
Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang
bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational
learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa berlajar observasi
merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola
perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar
sosial (social learning) karena yang menjadi obyek observasi pada
umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial mencakup belajar
berperilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai individu. Di
dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak
diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai
budaya, sub-budaya dan golongan masyarakat.
Albert Bandura (1969)
mengartikan belajar sosial sebagai aktifitas meniru melalui pengamatan
(observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang
meniru. Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar
sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi
respon pebelajar.
Pada prinsipnya kajian
teori behaviorisme mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau
tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi-tidaknya perubahan
tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku
yang baru. Tingkah laku dapat disebut sebagai hasil pomodifikasian tingkah laku
lama , sehingga apabila tingkah laku yang lama berubah menjadi tingkah laku yang
baru dan lebih baik dibandingkan dengan tingkah laku yang lama.
Perubahan tingkah laku di sini bukanlah perubahan tingkah laku tertentu, tetapi perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang telah dimiliki oleh seseorang. Hal itu berarti perubahan tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif, tingkah laku afektif dan tingkah laku psikomotor. Menurut pendapat Staton (1978) hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor sebaiknya seimbang.
Pada prinsipnya teori
belajar Behavirisme menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi
dalam diri individu banyak ragamnya, baik sifat maupun jenisnya. Karena itu
tidak semua perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti
belajar. Jika tangan seorang anak bengkok karena jatuh dari sepada motor, maka
perubahan seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan hasil
belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang karena mabuk tidak
dapat dikategorikan sebagai hasil perubahan tingkah laku karena belajar.
Pengetahuan mutakhir
proses belajar diperoleh dari kajian pengolahan informasi, neurofisiologi, neuropsikologi
dan sain kognitif. Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford (1992)
menyebut belajar sebagai kegiatan pemrosesan informasi, membuat penalaran,
mengembangkan pemahaman dan meningkatkan penguasaan keterampilan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran, diartikan sebagai upaya membuat individu belajar,
yang dirumuskan Robert W. Gagne (1977) sebagai pengaturan peristiwa yang ada di
luar diri seseorang peserta didik, dan dirancang serta dimanfaatkan untuk
memudahkan proses belajar. Pengaturan situasi pembelajaran biasanya disebut management
of learning and conditions of learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar